TEATRIKAL HUKUM TENTANG KEKERASAN SEKSUAL PADA PUTRI CANDRAWATHI


 

NEWSMOTIVA NASIONAL -  Salahkah seorang perempuan yang usianya jauh lebih tua mengaku mendapat kekerasan seksual oleh seorang laki - laki yang berusia muda ? itulah pertanyaan mendasar yang perlu dipahami bersama, agar tidak terjadi kesalahan dalam proses peradilan.

Seperti yang menimpa Putri Candrawathi ( 50 th ) istri Ferdy Sambo yang menjadi korban pemerkosaan ( alm ) Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J  ( 28 th ) pada ( 7/7/2022 ) di rumah pribadinya Magelang Jawa Tengah.

Walaupun sejak sidang pertama kasus kematian Brigadir J (16/10/2022) sampai hari ini (16/12/2022) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan focus dalam perkara pembunuhan berencana dan perintangan penyidikan, namun Hakim tetap harus  mengungkap apa motifnya.

Dari sejumlah kajian, analisis serta data dan fakta terkait kekerasan seksual yang menimpa perempuan usia lanjut oleh laki - laki yang berusia jauh lebih muda, menduduki peringkat paling rendah atau bahkan terkesan janggal, namun kedudukan secara hukum pidana sama.

Sehingga kasus pemerkosaan pada Putri Candrawathi (50th) perlu penuntasan serius berdasarkan fakta hukum dari keterangan saksi, saksi ahli dan bukti - bukti. Mengesampingkan keterangan - keterangan di luar persidangan serta issue yang dikembangkan adanya motif lain.

Pendapat para pengamat dan ahli hukum yang meragukan keterangan saksi - saksi tentang adanya kekerasan seksual tersebut syah - syah saja. Akan tetapi faktanya Brigadir J tewas tertembak senjata Ricard Eliezer mengikuti alur cerita fiktif tembak menembak Ferdy Sambo.

Sementara alasan yang dikemukakan di depan Hakim persidangan oleh mantan Kadiv Propam itu adalah pemerkosaan yang dilakukan Brigadir J terhadap istrinya Putri Candrawathi yang  juga memberikan keterangan sama atas kebenaran peristiwa yang terjadi.

Yang patut diingat kasus Brigadir J dan Putri Candrawathi yang mengaku sebagai ibunya, bukan sekedar legenda antara Oedipus dan ibu kandungnya Jocasta pada (429 SM). Kalaupun pada penyelesaiannya  melalui pendekatan teakrikal hukum tentu harus disesuaikan.

Bagaimana jika peristiwa kekerasan seksual terjadi pada ibu atau nenek kita sendiri, apakah hanya dengan jawaban “ Harusnya ibu diam saja, atau bila perlu nambah “ sampai Komnas perempuan tidak mau berdiri dipihak korban yang nota bene juga perempuan. ( 01/NM/YS )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KENDATI MASIH MENUNGGU SETIDAKNYA ADA KEPASTIAN UNTUK DISAHKAN

HUT PDIP KE-51 MEGAWATI SEBUT KEBENARAN PASTI MENANG

HARI INI PRABOWO - GIBRAN RESMI DILANTIK